Untuk kamu, yang sempat
hadir
Apa kabar? Sudah lama
kita tak berjumpa. Jangankan berjumpa, saling sapapun tidak. Aku maklumi itu
semua. Aku menghargai kehidupanmu, dan kau? Entahlah masih peduli dengan
hidupku atau tidak.
Mungkin kamu akan bertanya,
kenapa aku menulis ini semua? Jika kau mengira, karena aku ingin merebut
perhatianmu tentu tidak. Untuk apa. Lalu jika kau mengira, aku ingin
mendramatisir keadaan itupun tidak. Sama sekali tidak.
Aku menulis semua ini
karena aku rindu. Tak pernahkah kau merasakannya juga? Aku harap kau sempat
merindukanku juga walau hanya semalam. Setidaknya kau mengingat bagaimana aku
tertawa lalu menangis. Setidaknya kau mengingat bagaimana susahnya berusaha dan
mudahnya menyerah.
Cinta kita hanyalah cinta
monyet. Cinta yang tumbuh dibawah atap sekolah. Cinta yang terus tumbuh hanya
karena memandang dari jauh. Cinta yang terus tumbuh ketika kita bertukar sapa
dan senyum. Cinta yang terus tumbuh karena pipiku merona setiap kali mendengar
namamu. Manis. Aku masih bisa merasakannya walaupun hanya sedikit mengingatnya.
Aku masih ingat betapa
lucunya saat pertama kali aku melihatmu. Kita terlihat canggung. Lalu saling
tersenyum sesudahnya.
Aku juga masih ingat
betapa indahnya hujan kala itu kau terus melajukan motor dengan cepat agar aku
tidak lama terkena hujan. Aku hanya bisa bersembunyi sambil mengeratkan pelukan
dibalik punggungmu. Kau tidak tahu, seberapa banyak aku tersenyum saat itu.
Aku tidak peduli, apakah
aku cinta pertamamu atau bukan. Aku menyimpan memori dalam hidupmu atau tidak.
Yang aku tahu aku merasakannya. Cukup aku. Kau juga bukan kekasih pertamaku
atau kedua. Tapi percayalah. Kau membuatku mengenal banyak hal untuk pertama
kalinya. Kau membuat aku belajar untuk pertama kalinya. Kau orang yang pertama
yang mebuatku merasa berharga dan merasa dihargai. Kau membuat aku merasa bahwa
aku adalah seseorang yang patut diperjuangkan . bukan orang yang selalu
menunggu, menanti, bahkan meminta.
Untuk kamu, yang sempat
hadir.
Maaf aku sempat
mmembuatmu muak. Dengan sikapku yang kekanak-kanakan yang sering mengeluh, yang
sering berdrama dengan segala masalah. Kau selalu mengingatkanku. Dan lagi, aku
terlambat menyadarinya. Aku tahu aku salah. Tapi siapa yang peduli saat itu.
Yang aku tahu hanya, cinta itu menyakitkan ketika kamu pergi. itu saja. Bodoh?
Iyah. Sangat bodoh. Kadang aku pun hanya tertawaa bila mengingatnya. Perjalanan
kita amat sangat lucu ternyata.
Aku ingat, kita memulai
dengan cara yang salah . entah aku, atau kamu. Tapi aku tak ingin menyalahkan
siapapun, karena untuk masalah perasaan semua orang akan merasa benar. Meskipun
penuh kebohongan dan ketidakpedulian. Cukup aku saja yang tau maksud semuanya.
Perjalanan memang kadang
mebuat aku terbang lalu jatuh. Dan terimakasih, kamu telah menjadi perjalananku.
Hidup kadang terasa manis seperti gulali yang aku beli ditaman hiburan , tapi
ada masanya terasa pahit sama seperti
aku yang menyesap ampas kopi. Dan kamu telah menjadi keduanya disaat bersamaan.
Sekali lagi. Terimakasih. Untuk pernah hadir lalu pergi. dan untuk sempat
memulai lalu mengakhiri.
Untuk kamu, yang sempat
hadir,
Aku tadi bilang aku
merindukanmu, tapi setelah aku aku menulis ini semua aku tak lagi merasakannya.
Aku sedang tersenyum, percayalah. Aku bahagia. Tak perlu aku merindukanmu lagi.
Tugasku sudah cukup. Tugasku kini pergi lalu menghilang. Untuk tak saling
mengenal lebih baik, mungkin? Hahaha aku hanya bercanda. Aku tidak
kekanak-kanakan lagi. Aku hanya berharap aku dan kamu baik baik saja. Kita
bahagia bersama dijalan yang berbeda.
Dan harapan terakhirku
adalah suatu saat aku dapat bertemu kamu, dengan senyuman. Tak ada lagi
kecanggungan. Lalu berbincang. Dan aku akan mengenalkan sesorang padamu, dan
sebaliknya. Iya, seseorang yang aku kenalkan adalah orang yang membuat aku tersenyum
setelah kamu mebuat aku menangis. Dan kamu, mengenalkan seseorang yang kamu
ajak tersenyum ketika aku sedang menangis.
Untuk kamu, yang sempat
hadir,
Aku merasa cukup, dan aku
pergi.
-Jihan E. Mufidah
0 komentar:
Post a Comment